Berhubung manusia adalah tempatnya salah dan alpa, maka ia sangat membutuhkan taubat. Agar bisa meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Taubat berarti: kembali kepada Allah ta’ala. Kembali untuk konsisten menjalankan hal-hal yang dicintai-Nya serta menjauhi apa yang dibenci oleh-Nya. Diawali dengan meninggalkan dosa dan menyesalinya. Lalu bertekad bulat untuk tidak mengulanginya. Serta berniat kuat untuk istiqamah.
Allah ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Bertaubatlah kalian semua, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung”. QS. An-Nur (24): 31.
Selain mendatangkan keberuntungan, taubat juga mengundang kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang selalu bertaubat dan mencintai orang yang menyucikan diri”. QS. Al-Baqarah (2): 222.
Taubat itu wajib dilaksanakan oleh hamba dengan segera. Tidak boleh ditunda-tunda.
Bahkan menurut Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah (w. 751 H), menunda taubat itu termasuk maksiat. Sehingga penundaan tersebut pun perlu untuk ditaubati. Maka dia wajib bertaubat dua kali. Taubat dari dosa yang dikerjakannya dan taubat dari penundaan taubat. Hal ini jarang kita sadari.
Solusi untuk menghindari itu adalah dengan bertaubat secara umum. Maksudnya bertaubat atas semua dosa, yang disadari maupun yang tidak disadari. Sungguh dosa-dosa yang tidak kita sadari lebih banyak dibanding yang kita sadari. Ketidaktahuan seseorang bahwa itu dosa, tidak bisa dijadikan alasan. Selama ia mampu untuk belajar. Bahkan dosa dia menjadi dobel. Dosa tidak mau menuntut ilmu dan dosa tidak mengamalkan ilmu.
Maka di antara doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, sungguh aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kusadari. Serta aku memohon ampun kepada-Mu dari dosa-dosa yang tidak kusadari”. HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu dan dinilai sahih oleh al-Albaniy.
Jadi seorang hamba berkewajiban untuk menyegerakan taubat. Sebab dia tidak tahu kapan ajal datang menjemput. Bila nyawa sudah sampai di kerongkongan, saat itu taubat tidak lagi diterima.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai ke kerongkongan”. HR. Ahmad dari Ibn Umar radhiyallahu ‘anhuma. Hadits ini dinilai sahih oleh Ibn Hibban dan adz-Dzahabiy.
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 4 Rajab 1440 / 11 Maret 2019